Penulis: Asfinawati, Reny Rawasita Pasaribu, Saffah Salisa Az-zahro
Penerbit: Konsorsium Akademi Penghapusan Kekerasan Seksual, 2024.
Peraturan perundangan adalah huruf mati, sampai ia berada di tangan dan hati pelaksananya. Demikian juga dengan UU TPKS. Kegamangan para pelaksananya bisa terlihat, karena budaya mentolerir dan mendiamkan TPKS sudah terlalu lama mengakar, dan ini menempatkannya dalam keragu-raguan. Perlu ada suatu cara pandang baru, budaya baru, lembaga baru, keberanian baru, dan tindakan baru yang tegas dan jelas dalam mencegah dan menangani TPKS.
Untuk itulah Pedoman Pemaknaan Pasal Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UUTPKS) digagas dan siapkan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK, Komnas Perempuan, dan Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, dengan dukungan VOICE.
Pedoman ini penting dan relevan untuk memperkaya, menjelaskan, membuka pikiran, dan menjadi rujukan dalam pelaksanaan UU TPKS. Pencegahan dan penanganan TPKS tidak hanya melibatkan penegak hukum yang biasa membaca dan menafsirkan pasal-pasal, tapi juga para ahli, tenaga kesehatan, pekerja sosial, tokoh atau petugas agama, korban, keluarga, masyarakat, organisasi masyarakat sipil, dan pemangku kepentingan lain. Semua pihak memerlukan bahan banding dan rujukan untuk mengerti, mendalami, dan melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam UU TPKS dengan baik dan benar. Bahkan para penegak hukum juga perlu memahami apa yang ada dalam benak dan pemikiran para pembuat UU TPKS, sejarah TPKS, permasalahannya sebagai gejala sosial dan budaya masyarakat, kasus terkait yang sedang ditangani yang fakta dan latar belakangnya mungkin berbeda dengan kasus lainnya. Menangani TPKS bukan saja bermodalkan keinginan untuk menghukum, tetapi juga wajib memperhatikan banyak aspek lain yang tidak kurang penting, yaitu mengembalikan martabat dan memanusiakan kembali korban, merawat luka kejiwaan, memberi kehidupan baru bagi korban dan keluarganya, dan mendidik serta memberi kesadaran bagi masyarakat luas.
Sumber: Kata Pengantar oleh Arief Surowidjojo (Ketua Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera), Januari 2024.